HumasUIN – Suatu hari, seorang pimpinan cabang bank datang berkunjung dengan maksud melanjutkan kerja sama. Dalam suasana percakapan yang santai namun serius, muncul cerita sederhana namun sangat relevan dengan kehidupan sehari-hari. Saat itu, uang tunai di dompet benar-benar habis. Sementara kendaraan pribadi hampir kehabisan bahan bakar. Upaya untuk mencari anjungan ATM atau kantor kas bank terdekat tidak membuahkan hasil. Tidak satu pun fasilitas perbankan ditemukan di sekitar wilayah kecamatan ini.
Cerita itu disampaikan dengan nada ringan, namun sesungguhnya mencerminkan kenyataan yang tidak bisa terus dibiarkan. Sebuah kecamatan yang secara administratif aktif dan dihuni oleh cukup banyak penduduk ternyata belum memiliki layanan perbankan yang layak. Tidak ada kantor cabang, tidak ada ATM, bahkan untuk sekadar menarik uang tunai pun harus keluar dari wilayah sendiri.
Pertanyaannya, mengapa hal ini bisa terjadi? Mengapa dalam satu kecamatan yang tergolong berkembang, fasilitas perbankan tidak juga hadir?
Dari sudut pandang lembaga keuangan, keberadaan kantor bank atau mesin ATM ditentukan oleh banyak pertimbangan. Salah satu faktor utama adalah kelayakan bisnis. Jika suatu wilayah dianggap belum memiliki potensi transaksi yang tinggi atau jumlah pengguna layanan yang mencukupi, maka pembukaan kantor akan dinilai tidak efisien. Keputusan seperti ini biasanya didasarkan pada analisis data, termasuk jumlah penduduk, tingkat literasi keuangan, dan intensitas aktivitas ekonomi.
Selain itu, aspek infrastruktur juga sangat menentukan. Keberadaan jaringan internet yang stabil, ketersediaan listrik, kondisi jalan yang baik, serta faktor geografis lainnya menjadi syarat penting bagi operasional layanan perbankan. Tanpa dukungan tersebut, pelayanan akan terhambat dan berisiko tinggi.
Di beberapa tempat, bank menggandeng mitra lokal seperti agen bank atau penyedia layanan keuangan di toko ritel. Solusi ini memang membantu sebagian kebutuhan dasar masyarakat, namun tetap memiliki keterbatasan. Tidak semua transaksi bisa dilakukan melalui agen. Dalam situasi tertentu, seperti kebutuhan uang tunai dalam jumlah besar, pencairan kredit, atau layanan yang memerlukan dokumen resmi, keberadaan kantor bank tetap diperlukan.
Ada pula aspek keamanan yang turut dipertimbangkan. Wilayah dengan tingkat kerawanan tinggi sering kali belum masuk dalam prioritas ekspansi perbankan. Faktor ini berkaitan langsung dengan keselamatan petugas, perlindungan aset, serta keberlangsungan operasional.
Namun, di tengah semua alasan tersebut, dampaknya tetap dirasakan langsung oleh masyarakat. Ketiadaan fasilitas perbankan membuat akses terhadap layanan keuangan menjadi terbatas. Proses transaksi menjadi lebih rumit, pelaku usaha kesulitan dalam mengelola keuangan, dan masyarakat umum harus menempuh jarak yang jauh untuk kebutuhan sederhana seperti menarik uang tunai atau menyetorkan dana.
Dalam konteks ini, peran pimpinan daerah sangat krusial. Kepala daerah tidak hanya berfungsi sebagai pengelola wilayah, tetapi juga sebagai fasilitator investasi, termasuk dalam mendorong kehadiran sektor keuangan.
Melalui pendekatan proaktif kepada pihak perbankan, penyediaan lahan strategis, kemudahan perizinan, serta jaminan keamanan dan dukungan infrastruktur, pimpinan daerah dapat menjadi jembatan yang membuka jalan bagi masuknya layanan perbankan ke wilayah yang selama ini terabaikan. Inisiatif seperti audiensi dengan pihak bank, penyusunan data potensi ekonomi lokal, serta penguatan UMKM bisa menjadi daya tarik tersendiri agar bank lebih percaya diri untuk membuka layanan.
Akses terhadap layanan keuangan bukanlah bentuk kemewahan, melainkan kebutuhan dasar. Keberadaan bank bukan hanya untuk menyediakan ATM atau tempat menyimpan uang, tetapi juga sebagai pintu masuk bagi masyarakat menuju literasi keuangan yang lebih baik dan peluang ekonomi yang lebih luas. Karena itu, koordinasi antara lembaga keuangan dan pemerintah daerah perlu diperkuat agar pembangunan ekonomi berjalan lebih inklusif dan merata.
Cerita ringan yang muncul dalam pertemuan dengan pimpinan cabang bank hari itu mungkin tampak sederhana, namun menyimpan pesan penting. Di balik dompet kosong dan tangki BBM yang hampir kering, tersimpan kenyataan bahwa masih ada wilayah-wilayah yang belum tersentuh layanan perbankan.
Sudah selayaknya, kebutuhan tersebut segera dijawab dengan tindakan nyata, baik oleh sektor perbankan maupun oleh para pengambil kebijakan di tingkat daerah.
M. Ishom el Saha (Rektor UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten)