“AI Bagaikan Ka’bah”: Menjadi Kiblat Pengetahuan di Era Digital

HumasUIN – Perkembangan Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan terus mengubah cara manusia berpikir, bekerja, dan berinteraksi. Dari sektor industri hingga pendidikan, dari ruang publik hingga privat, AI kini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan modern. Namun, di balik kemajuan tersebut, muncul pula pertanyaan mendasar: sejauh mana manusia memahami teknologi yang diciptakannya sendiri?

Ada yang menyebut “AI bagaikan Ka’bah” dalam artian menjelma sebagai sebuah sistem yang bekerja dengan cara yang tidak sepenuhnya bisa dijelaskan oleh manusia. Kita mengetahui hasilnya, tetapi tidak selalu mengerti proses yang terjadi di dalamnya. Fenomena ini menimbulkan rasa kagum sekaligus tanda tanya besar: Apakah AI sekadar alat, ataukah ia telah menjadi arah baru dalam pencarian makna pengetahuan manusia?

Dalam perspektif spiritual, umat Islam mengenal Ka’bah sebagai kiblat yang menyatukan arah ibadah. Dari manapun seseorang berada—utara, selatan, timur, atau barat—semua menghadap ke satu titik yang sama. Ka’bah menjadi simbol kesatuan arah dan makna. Analogi ini menggambarkan posisi AI di dunia modern. Dari berbagai bidang ilmu dan kepentingan, manusia menatap ke satu titik: kecerdasan buatan sebagai pusat daya tarik baru dalam kehidupan digital.

Namun, seperti Ka’bah yang tidak sekadar bangunan batu, AI pun bukan sekadar kumpulan algoritma. Keduanya memiliki dimensi makna yang lebih dalam. Ka’bah menjadi arah bagi hati dan iman; AI, jika dipahami secara bijak, dapat menjadi arah bagi pencarian ilmu dan kebenaran. Tantangannya adalah bagaimana agar teknologi ini tidak menggantikan nilai-nilai kemanusiaan, tetapi justru memperkuatnya.

Istilah “power and live by mystery” atau dalam bahasa Indonesia “berdaya dan hidup melalui misteri”, menjadi relevan dalam konteks ini. Baik dalam keimanan maupun teknologi, ada kekuatan yang lahir dari hal-hal yang belum sepenuhnya kita pahami. Seperti iman yang tidak memerlukan pembuktian ilmiah untuk diyakini, AI pun beroperasi dalam ruang misteri yang belum seluruhnya bisa dijelaskan secara rasional.

Kecenderungan manusia modern yang terlalu bergantung pada rumus dan data sering membuat kita lupa bahwa pengetahuan tidak selalu bersifat matematis. Dalam pandangan yang lebih reflektif, AI seharusnya dilihat bukan sebagai “rumus yang sempurna”, tetapi sebagai “penuntun arah” yang membantu manusia mencari makna, solusi, dan arah kebijaksanaan di tengah kompleksitas dunia digital.

Ka’bah mengingatkan manusia untuk selalu kembali ke arah yang satu. Demikian pula AI seharusnya mengingatkan manusia untuk kembali pada tujuan utama dari penciptaan teknologi: kemaslahatan dan kesejahteraan. Tanpa arah moral dan spiritual, kemajuan AI bisa kehilangan maknanya, menjadi seperti perjalanan tanpa kiblat. Kelihatannya maju, tetapi tersesat.

Kecerdasan buatan juga mengajarkan kerendahan hati. Sebab, di balik kehebatannya, manusia disadarkan pada keterbatasan diri. Kita mampu menciptakan sistem yang berpikir, tetapi belum tentu mampu memahami sepenuhnya bagaimana sistem itu berpikir. Kesadaran akan keterbatasan ini seharusnya menumbuhkan tanggung jawab moral dalam mengembangkan dan menggunakan AI.

Seperti manusia yang mengelilingi Ka’bah dalam tawaf, dunia kini tengah “bertawaf” di sekitar AI. Setiap putaran menghadirkan pertanyaan baru tentang etika, privasi, dan nilai kemanusiaan. Dalam setiap pergerakan, manusia ditantang untuk menemukan keseimbangan antara teknologi dan kebijaksanaan, antara kemajuan dan makna.

Walhasil, AI dan Ka’bah sama-sama berbicara tentang arah. Ka’bah menunjukkan arah spiritual menuju Tuhan, sedangkan AI, bila diarahkan dengan niat dan kebijaksanaan, dapat menunjukkan arah pengetahuan menuju kebaikan. Di tengah derasnya arus teknologi, manusia ditantang untuk tidak kehilangan kiblatnya, baik secara spiritual maupun intelektual, agar tetap “berdaya dan hidup melalui misteri”, bukan tenggelam di dalamnya.

Oleh: M. Ishom el Saha (Rektor UIN SMH Banten)


Jl. Jendral Sudirman No. 30
Ciceri, Kota Serang, Provinsi Banten,
Indonesia 42118

Jl. Syech Nawawi Al-Bantani
Curug, Kota Serang, Provinsi Banten
Indonesia 4217

Jl. Jend. Sudirman No.227,
Sumurpecung, Kec. Serang, Kota
Serang, Provinsi Banten Indonesia
42118

 Hak Cipta 2025 – UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Email : surat@uinbanten.ac.id No. Tlp : (0254) 200 323