HumasUIN – Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten diminta untuk memahami secara mendalam apa yang disebut sebagai “fikih kepegawaian” guna menghindari pelanggaran yang berisiko finansial dan administrasi. Peringatan ini disampaikan oleh Kepala Biro Sumber Daya Manusia (SDM) Sekretariat Jenderal Kementerian Agama RI, Dr. H. Wawan Djunaedi, S.Ag., M.A., saat mengisi materi dalam kegiatan Pembinaan Pegawai pada Selasa, (2/12/2025), di UIN SMH Banten.
“Kalau kita sebagai PNS tidak paham fikih kepegawaian, kepegawaian kita bisa batal. Dan batalnya bukan main-main bukan sekadar administrasi, tapi bisa berdampak finansial,” tegas Wawan Djunaedi, menekankan bahwa pemahaman terhadap yurisdiksi kepegawaian adalah hal yang mutlak bagi setiap ASN, baik PNS maupun PPPK.
Ia menjelaskan bahwa fikih kepegawaian tersebut tertuang jelas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Pelanggaran disiplin mencakup setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan yang tidak menaati kewajiban (Pasal 3) atau melanggar larangan (Pasal 4) yang diatur dalam PP tersebut.
“PNS itu dikepung 7×24 jam. Ucapan kita, tulisan kita, perilaku kita, semuanya harus bisa dipertanggungjawabkan. Hati-hati dengan jempol di media sosial jangan sampai ucapan di dunia maya menjadi pelanggaran di dunia nyata,” ujarnya.
Beberapa kewajiban mendasar yang ditekankan antara lain menjaga rahasia jabatan, melaksanakan tugas dengan penuh pengabdian, dan menjunjung tinggi kehormatan negara. Sementara larangan penting yang harus dihindari adalah menyalahgunakan wewenang, menjadi perantara untuk keuntungan pribadi, serta melakukan tindakan yang merugikan negara. Kabiro SDM juga mengingatkan pentingnya budaya saling menegur kesalahan kecil sebelum menjadi masalah besar.
Dorongan Menuju Jabatan Fungsional dan Budaya Mutasi
Dalam paparannya, Kabiro SDM juga menyampaikan profil ASN di Kementerian Agama yang per Oktober telah mencapai 370 ribu pegawai. Ia menjelaskan bahwa struktur jabatan ASN saat ini, sesuai PP 11 Tahun 2017, terdiri dari Jabatan Manajerial (struktural), Fungsional, dan Pelaksana.
Ia menekankan bahwa saat ini Kementerian Agama berada dalam jalur yang tepat (on the track) sesuai arahan Menpan RB untuk fokus pada tugas dan fungsi, dengan memperbanyak porsi pada Jabatan Fungsional (JF). Saat ini, 79% pegawai di Kemenag telah menduduki Jabatan Fungsional, sementara sisanya 19% adalah Pelaksana.
“Untuk Ibu Bapak yang pelaksana, kami dorong jangan nyaman sebagai pelaksana. Silakan ditingkatkan pengembangan karirnya dengan cara pindah jabatan melalui uji kompetensi jabatan fungsional,” dorongnya. Hal ini penting karena kelas jabatan Pelaksana memiliki batas maksimal (mentok di level 7), sementara JF menawarkan jenjang karir yang lebih tinggi hingga Ahli Utama. Kabiro SDM mengimbau pegawai Pelaksana untuk memilih dari 55 kelompok JF yang tersedia di Kemenag sesuai dengan passion dan kompetensi masing-masing.
Mengenai Jabatan Manajerial (JPT Pratama, Administrator, Pengawas) yang jumlahnya hanya 2%, ia mengingatkan adanya rumus mutasi 25 (sebelum 2 tahun tidak bisa dimutasi, setelah 5 tahun wajib mutasi). Ia menegaskan bahwa mutasi bagi pejabat bukanlah hukuman atau demosi, melainkan bagian dari penyegaran dan kebutuhan organisasi.
“Mutasi itu adalah bagian dari refreshment organisasi. Jadi kalau orang mutasi itu adalah bagian dari roda organisasi supaya jalan,” jelasnya, sembari berharap budaya mutasi-rotasi yang sehat, seperti di Kementerian Keuangan dan Kejaksaan, dapat tumbuh kuat di lingkungan Kementerian Agama.
Sebagai penutup, Kabiro SDM menyampaikan bahwa pengembangan ASN ke depan akan dipandu oleh Human Capital Development Plan (HCDP) Kemenag yang berlandaskan empat pilar transformasi, yaitu regulasi responsif, kinerja potensi (manajemen talenta), digitalisasi layanan, dan penguatan budaya organisasi.