30 Okt
730

Makna Zakat Alami Pergeseran

Akademisi di Southeast Asian Anthropology (SOAS) University of London Kostas Retsikas mengatakan pada banyak negara muslim dunia, termasuk Indonesia, telah terjadi pergeseran makna zakat dari yang semula sebagai ritual ibadah wajib yang sifatnya tahunan menjadi sebuah instrumen fundamental untuk menciptakan keadilan sosial dan keadilan ekonomi. Hal ini sudah terjadi sejak beberapa dekade terakhir.

“Saya meneliti tiga Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang bergerak di bidang pengumpulan, manajemen, dan distribusi zakat. Ketiganya dikenal secara nasional dan telah mengambil bagian dalam operasi bantuan internasional di tempat-tempat seperti Palestina dan Somalia,” tutur saat menjadi pembicara pada studium general dengan tema Zakat, Community Development, and Justice in Indonesia yang digelar Fakultas Dakwah UIN SMH Banten di Aula Rektorat UIN SMH Banten, pada Jumat (19/10/2018).

Menurut dia, ada dua hal penting yang perlu diingat ketika membicarakan LAZ. Pertama, mereka dibentuk pada tahun-tahun terakhir kekuasaan Orde Baru (1966-1998) dan sangat aktif selama masa reformasi, yakni dari tahun 1998 hingga sekarang. Kedua, LAZ selaras dengan interpretasi modernis dan neo-modernis tentang Islam yang populer di kalangan lingkungan perkotaan berpendidikan, kelas menengah Muslim, termasuk birokrat, profesional, dan pengusaha.

Dalam konteks ini, praktik-praktik LAZ telah meninggalkan pemahaman tradisionalis tentang zakat. Dengan kata lain, LAZ telah berusaha untuk menarik kembali peta yurisprudensial yang relevan melalui ijtihad. Ijtihad mengacu pada penciptaan keputusan dalam hukum Islam dengan cara usaha pribadi dan terlepas dari mazhab fiqih Islam.

Dekan Fakultas Dakwah UIN SMH Banten, Suadi Sa’ad mengatakan alasannya mengundang pemateri tersebut, disebabkan dia pernah meneliti tentang zakat di Probolinggo Jawa Timur pada beberapa tahun yang lalu. Tema tersebut, tutur dia, karena Fakultas Dakwah memiliki Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam yang prioritasnya membina masyarakat, dan tentu zakat adalah bagian dari masyarakat.

“Penguatan masyarakat, keadaan sosial, kesejahteraan masyarakat, dan tentu saja zakat memiliki kaitan erat dengan pengembangan masyarakat. Dan pemateri memiliki pandangan yang luas tentang zakat. Kemudian kenapa harus justice,community development, karena memang merupakan keadilan sosial, zakat merupakan keadilan,” ucapnya.

Ia juga mengatakan potensi zakat di Indonesia itu 95 persen dan ada Rp 225 triliun potensi zakat di Indonesia. “Maka dengan diadakannya seminar ini bisa menambah pandangan-pandangan. Saya berharap ilmu yang didapat akan sangat bermanfaat untuk di kelas dan di masyarakat,” katanya.

Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Kelembagaan, Ilzamuddin Ma’mur menuturkan tradisi di kampus selain ada pengajaran yang diberikan di kelas, namun juga diadakan studium general yang menghadirkan berbagai narasumber. Semua fakultas melaksanakan studium general dengan berbagai tema.

Beberapa waktu lalu, kata dia, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam menghadirkan dosen dari Chulalongkorn University Thailand dalam seminar internasional. Lalu Fakultas Syariah mendatangkan guru besar dari Zaitounah University Tunisia, Ma’bad Fatah Damaskus Syiria, dan lain sebagainya. Ia memberikan apresiasinya kepada Fakultas Dakwah yang telah mengundang pemateri dari London of University.

“Ini akan jadi sangat penting, dengan memiliki motto tuntutlah ilmu sampai negeri Cina, London, maka kita juga perlu melakukan itu, bisa dengan mengundang para narasumber dari negara tersebut. Semoga bisa menjadi inspirasi yang tidak hanya berlandaskan motto saja. Hikmah bisa didapat dari mana, dan dari siapa saja,” ucapnya. (KB)