HumasUIN – Fakultas Ushuluddin dan Adab (FUDA) UIN Sultan Maulana Hasanuddin (SMH) Banten kembali meneguhkan komitmennya dalam penguatan nilai-nilai wasathiyah melalui penyelenggaraan Seminar Moderasi Beragama bagi Dosen dan Tenaga Kependidikan FUDA dengan tema “Epistemologi Moderasi Beragama: Antara Teks, Konteks, dan Realitas Sosial.”
Kegiatan yang berlangsung di Aula Lantai 2 FUDA UIN SMH Banten pada Selasa, (11/11/2025) ini diikuti oleh seluruh dosen di lingkungan Fakultas Ushuluddin dan Adab. Seminar tersebut bertujuan memperkuat pemahaman akademik dan praksis tentang moderasi beragama dalam dunia pendidikan tinggi Islam, agar para pendidik dapat mengembangkan paradigma keilmuan yang seimbang antara teks keagamaan, konteks sosial, dan realitas kehidupan masyarakat.
Dalam sambutannya, Dekan FUDA, Dr. Masykur, M.Hum., menekankan bahwa moderasi beragama telah menjadi bagian integral dari arah kebijakan akademik fakultas. “FUDA secara konsisten telah mengintegrasikan nilai-nilai moderasi beragama dalam proses pembelajaran melalui insersi materi moderasi ke dalam sejumlah mata kuliah, seperti MK Filsafat Nusantara dan Tafsir Tematik. Harapannya, mahasiswa tidak hanya memahami agama dari aspek tekstual, tetapi juga mampu membaca dan menafsirkan realitas sosial dengan bijaksana,” ujar Dr. Masykur, M.Hum.
Beliau menambahkan, “Moderasi bukan kompromi terhadap nilai agama, melainkan kemampuan untuk menempatkan nilai kebenaran Islam secara proporsional dalam konteks kemanusiaan universal. Moderasi beragama ini dalam rangka menangkal dehumanisasi yang terjadi, maka ke depan diharapkan kegiatan-kegiatan seperti ini dikemas secara lebih praksis misalkan dengan menghadirkan narasumber yang berbeda agama, sehingga kita bisa memahami perspektif yang lain”.
Sementara itu, Wakil Dekan III FUDA sekaligus Ketua Panitia, Dr. Endang Saeful Anwar, Lc., M.A., menyampaikan bahwa seminar ini merupakan bagian dari program berkelanjutan fakultas dalam mengarusutamakan moderasi beragama di lingkungan dosen. “Moderasi harus dipahami tidak hanya sebagai konsep, tetapi juga sebagai metode berpikir, bersikap, dan bertindak. Karena itu, para dosen diharapkan mampu menginternalisasikan nilai-nilai moderasi dalam pembelajaran, riset, dan pengabdian masyarakat,” ujarnya.
Lebih lanjut, Dr. Endang menegaskan bahwa kegiatan ini menjadi momentum penting dalam membangun kultur akademik yang inklusif dan dialogis. “Kita ingin dosen-dosen FUDA menjadi agen moderasi, yang menularkan semangat keseimbangan dan toleransi di tengah kompleksitas sosial masyarakat kita,” tambahnya.
Seminar Moderasi Beragama bagi Dosen ini dimoderatori oleh Salim Rosyadi, M.Ag., yang juga sebagai Kepala Pusat Rumah Moderasi Beragama UIN SMH Banten. Sebagai narasumber utama, Dr. H. Suwendi, M.Ag., Pengasuh Pondok Pesantren Sabilussalam, Pakar Pendidikan Islam dan juga pernah menjadi POKJA Moderasi Beragama Kemenag RI 2020-2023, memberikan penekanan pada pentingnya memahami indikator moderasi beragama secara konkret. “Indikator moderasi beragama itu setidaknya mencakup empat aspek utama: komitmen kebangsaan, toleransi, anti-kekerasan, dan penerimaan terhadap kearifan lokal. Keempatnya harus menjadi pijakan dalam memahami teks-teks keagamaan dan dalam mengajarkan Islam yang ramah” tutur Dr. Suwendi.
Beliau juga menambahkan bahwa dosen memiliki peran strategis dalam menanamkan moderasi di ruang kelas melalui literasi keagamaan. “Moderasi beragama perlu mengembangkan sebuah desain pembelajaran atau pendidikan keagamaan yang dapat mengembangkan dan memperkuat multiple literacy atau multi literacy guna memperluas cara pandang. Pentingnya mengembangkan literasi keberagamaan dan literasi kemanusiaan digunakan untuk melihat agama secara lebih dalam dan lebih kaya dari berbagai macam literatur keislaman. Proses pembelajaran di satuan Pendidikan tidak hanya untuk melahirkan peserta didik yang mengetahui atau menghafal pelajaran, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana keseluruhan proses pembelajaran itu dapat membantu peserta didik untuk memahami apa yang terkandung di dalam materi tersebut dan mengembangkannya secara mandiri. Dalam konteks mengelola pluralitas (keragaman), satuan pendidikan tidak hanya berhenti sampai pada menolong peserta didik untuk mengetahui apa itu keragaman, tetapi juga bagaimana peserta didik itu dapat memahami kenyataan keragaman di lingkungannya sendiri maupun di tengah masyarakat, serta mampu berinteraksi secara wajar di lingkungan tersebut,” ungkapnya.
Ketika ditanyakan relevansi dengan Kurikulum Cinta dan Ekoteologi beliau menambahkan bahwa Kurikulum cinta dan ekoteologi yang saat ini digagas oleh Menteri Agama merupakan breakdown atau terjemahan dari moderasi beragama.
Seminar yang berlangsung dengan suasana ilmiah dan reflektif ini diakhiri dengan sesi diskusi interaktif, di mana para dosen berbagi pengalaman tentang praktik moderasi dalam tri dharma perguruan tinggi. Kegiatan ini diharapkan mampu memperkuat posisi FUDA UIN SMH Banten sebagai center of excellence dalam pengembangan moderasi beragama berbasis keilmuan, teks, dan realitas sosial.
