Fenomena Nge-Prompt: Ketika Ide Butuh Menumpang

HumasUIN – Di era digital yang serba cepat, teknologi kecerdasan buatan (AI) seperti ChatGPT makin banyak digunakan untuk berbagai keperluan: dari menulis, riset, sampai iseng-iseng bikin puisi. Tapi tidak semua orang punya akses langsung ke layanan tersebut, apalagi jika berbayar. Dari situ, muncul satu kebiasaan baru yang cukup menarik: numpang nge-prompt.

Apa itu numpang nge-prompt? Sederhananya, ini adalah ketika seseorang meminta bantuan kepada orang lain yang punya akses ke AI (seperti ChatGPT) untuk mengetikkan prompt atau pertanyaan atas nama mereka. Misalnya: “Lo punya ChatGPT Pro, kan? Tolong tanyain ini dong…” Praktik ini terlihat sederhana, tapi sebenarnya menyimpan banyak makna di baliknya.

Pertama, ini menunjukkan bahwa meskipun akses teknologi belum merata, keinginan orang untuk ikut belajar dan berkreasi tetap tinggi. Banyak orang punya ide, pertanyaan, atau proyek yang ingin mereka kembangkan—hanya saja, mereka tidak punya alatnya. Jadi mereka menumpang, bukan karena malas, tapi karena memang belum bisa mengaksesnya sendiri.

Yang menarik, fenomena ini juga memperlihatkan sisi baik dari dunia digital: semangat berbagi. Banyak pemilik akun AI yang dengan senang hati membuka ruang bagi orang lain untuk nitip prompt. Bahkan ada yang membuat sesi khusus di media sosial, semacam “open prompt day”, di mana siapa pun boleh minta bantuin AI selama beberapa jam.

Tentu saja, tidak semua orang nyaman dimintai bantuan terus-menerus. Ada juga yang merasa akunnya “diserbu” dan jadi seperti tempat layanan gratis. Tapi selama dilakukan dengan sopan dan saling menghargai, banyak yang tetap bersedia membantu. Karena pada dasarnya, semua ini soal membuka peluang, bukan memanfaatkan.

“Numpang nge-prompt” juga bisa jadi ajang kolaborasi. Dari satu prompt sederhana, kadang muncul diskusi, tukar pikiran, bahkan ide proyek bareng. Misalnya, awalnya cuma minta bantuin nulis cerita, eh lama-lama jadi bikin web bareng, zine, bahkan bisnis kecil-kecilan. Ini membuktikan bahwa ide bisa tumbuh di mana saja—asal diberi ruang.

Selain itu, praktik ini secara tidak langsung menjadi kritik terhadap sistem akses teknologi yang masih cukup mahal dan tidak merata. Bukan bermaksud menyalahkan, tapi lebih menunjukkan bahwa ada banyak orang di luar sana yang siap berkarya, asal diberi kesempatan. Dan kadang, kesempatan itu bisa datang lewat satu prompt kecil yang dititipkan.

Yang paling penting, numpang nge-prompt membuktikan bahwa kreativitas itu tidak selalu butuh alat mahal. Kadang, ide paling segar justru datang dari orang-orang yang “terbatas” secara teknis, tapi kaya akan imajinasi. Mereka hanya perlu satu jendela kecil untuk menyampaikan ide mereka—dan orang lain yang bersedia membukakan jendela itu.

Jadi, kalau suatu hari ada teman yang bilang, “Boleh numpang nge-prompt nggak?”—mungkin itu bukan sekadar permintaan iseng. Bisa jadi, itu adalah awal dari sesuatu yang lebih besar. Karena di dunia digital hari ini, satu kalimat bisa membuka seribu kemungkinan.

M. Ishom el Saha
Rektor UIN SMH Banten


Jl. Jendral Sudirman No. 30
Ciceri, Kota Serang, Provinsi Banten,
Indonesia 42118

Jl. Syech Nawawi Al-Bantani
Curug, Kota Serang, Provinsi Banten
Indonesia 4217

Jl. Jend. Sudirman No.227,
Sumurpecung, Kec. Serang, Kota
Serang, Provinsi Banten Indonesia
42118

 Hak Cipta 2025 – UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Email : surat@uinbanten.ac.id No. Tlp : (0254) 200 323