28 Agu

MENUJU AKHIRAT (Puncak Prestasi)

Tak ada satu katapun dalam Al-Quran yang mengabaikan kebutuhan manusia. Semua pesan yang terkandung dalam al-Quran adalah untuk manusia bukan untuk Tuhan. Batapa naif dan otoriternya manakala Tuhan menurunkan wahyu di dunia hanya untuk menunjukkan kekuasaanNya demi tendensi kepentingan mutlakNya.

 

Tuhan bukan perumus utopis dalam menyusun proposal kemanusiaan. Ia bukanlah perancang fiktif dalan mengagas misi dan visiNya membangun peradaban dunia. BagiNya tidak asal gagasan kosong melainkan melampaui itu telah disiapkan segala sarana dan perangkatnya untuk proyek kemanusiaan.

 

Sarana atau perangkat kemanusiaan seperti panca indra, bumi dengan segala isinya, langit, matahari, bulan dan bintang adalah bentuk kongkrit dari arsitek ketuhanan yg talah disiapkan jauh sebelum alam ini tercipta.

 

semua prasarana itu disiapkan Tuhan untuk kemudahan umat manusia dan sekaligus tantangan agar umat manusia berdaya kreatif mengelola bumi guna mencapai puncak prestasi dalam kehidupannya (Q.S. 67:15).

 

Puncak prestasi kemanusiaan itu dalam bahasa Tuhan disebut dengan Akhirat. Raghib al Asfihani dalam bukunya Mu'jam Mufradat Alfaz al-Quran mendefisinikan Akhirat sebagai rumah final setelah capaian kehidupan pertama di dunia. Dengan kata lain rumah kehidupan puncak yang berisi laporan karya nyata yang telah dilegimatasi Tuhan sebagai prestasi absah dan halal.

 

Tentu saja prestasi absah dimaksud diakui selama segala karya di dunianya beroriantasi pada rencana kedepanan. Bukan rencana mengejar kesenangan sesaat belaka yang menafikan keseriusan meraih tujuan hidup yang kelak dipertanggungjawabkan reputasi dan prestasinya di hadapan Tuhan.

 

Selama ini banyak insan yang kreatif mengelola sarana yang disiapkan Tuhan dengan panca indera dan otaknya mampu mengeksploitasi alam/bumi. Akan tetapi mereka kerap mengabaikan orientasi kedepanan sehingga banyak merugikan pihak yang tak berdaya menikmati hasil eksploitasi bumi tersebut.

 

Eksploitasi alam itu dari sisi kekinian memang dapat melahirkan gedung-gedung dan perumahan megah. Perkebunan luas dan pabrik-pabrik besar. Adapun dari sisi kedepanan kerap tidak memperhatikan dampak kerusakan lingkungan seperti tercerabutnya kearifan lokal pencemaran lingkungan dan erosi tanah. Sementara dari aspek kerusakan sosial kerap kali mengundang kemarahan warga karena tergusurnya hak-hak pemilikan tanah, pemukiman dan lain-lain yang menyebabkan tersingkirnya kehidupan vital kaum miskin.

Tidak jarang dari perlakuan ini membuat masyarakat marah sejadi-jadinya yang berujung pada konflik besar antara aparat keamanan dan warga masyarakat. Akibat kepanikan itu semuanya tidak terkontrol sehingga terjadilah amuk masa yang bisa melakukan perlawanan apa saja termasuk pembakaran aset-aset negara.

 

Dari sisi kekinian peristiwa ini boleh jadi menguntungkn kaum pemodal karena mereka meraih keuntungan besar dari proyek dagangannya. Akan tetapi dari sisi kedepanan mereka sebenarnya dirugikan karena tercoreng nama baik dan reputasinya yang harus dipertanggung jawabkan ke depan. Bahkan aparat negara pun ikut tercoreng reputasinya karena yang terjadi mereka kerap berpihak pada kaum pemodal dari pada membela hak-hak kaum lemah.

 

Tuhan membiarkan siapa saja yang ingin mengejar hidup kekinian/duniawi dan pasti mereka tidak akan dirugikan (Q.S. 11 : 15). Tapi ingat bahwa Tuhan tidak akan membiarkan mereka untuk menimpakan hukuman berupa api emosional dan konflik yang berkepanjangan (Q.S. 11 :16). Hukuman ini diberikan Tuhan karena mereka membangun bumi dengan mainset kekinian berdasarkan proposal dan proyek kemanusiaan utopis. Padahal Tuhan telah menyiapkan perangkat dan sarana di dunia ini agar dikelola dengan profesional dan terencana guna mencapai puncak prestasi/akhirat demi kesejahteraan segenap umat manusia di muka bumi.