Berpikir Bijak Sesudah Paham Indeks Kerentanan Masyarakat Internasional

HumasUIN – Dalam banyak percakapan hari ini, apalagi di media sosial, kita sering dengar ajakan untuk melakukan perubahan besar—bahkan revolusi—demi dunia yang lebih adil. Tapi sebelum kita meneriakkan perubahan radikal, ada satu hal penting yang sering luput dari perhatian: apakah masyarakat kita—dan dunia—siap? Jawaban dari pertanyaan ini bisa kita temukan lewat yang disebut indeks kerentanan.

Indeks kerentanan adalah semacam “termometer sosial” yang mengukur seberapa kuat (atau rapuh) suatu negara menghadapi krisis. Apakah pemerintahnya stabil? Apakah masyarakatnya punya akses terhadap layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan? Seberapa besar ketimpangan ekonominya? Semua pertanyaan itu dijawab dalam Fragile States Index (FSI)—indeks kerentanan global yang dirilis tiap tahun oleh organisasi independen Fund for Peace.

FSI menilai hampir 180 negara dan memberi skor berdasarkan 12 indikator, mulai dari kekuatan aparat keamanan, kesenjangan sosial, hingga legitimasi pemerintahan. Semakin tinggi skornya, artinya negara itu semakin rapuh. Negara seperti Yaman, Sudan, atau Somalia sering kali berada di peringkat atas—artinya mereka sangat rentan. Negara-negara seperti Finlandia atau Norwegia ada di peringkat bawah—menandakan stabilitas yang tinggi.

Pertanyaannya, apa hubungannya dengan revolusi? Hubungannya besar. Negara yang sangat rapuh, kalau dipaksa melakukan perubahan drastis, justru bisa kolaps. Institusi pemerintahan bisa gagal, layanan publik bisa lumpuh, dan masyarakat bisa terjerumus dalam konflik berkepanjangan. Sejarah penuh contoh pahit soal ini: dari revolusi di Suriah hingga kerusuhan di Venezuela. Semua terjadi di negara yang secara sistem belum siap menerima guncangan besar.

Bukan berarti kita harus takut pada perubahan. Justru sebaliknya—kita harus mempersiapkannya dengan bijak. Caranya? Dengan membaca data, memahami kondisi masyarakat, dan merancang strategi yang sesuai. Di sinilah pentingnya indeks kerentanan. Ia memberi kita peta: di mana saja titik lemah kita, dan apa yang perlu diperbaiki sebelum masuk ke fase transformasi besar.

Selain FSI, ada juga Multidimensional Vulnerability Index (MVI) yang lebih fokus pada negara-negara kecil dan berkembang. Indeks ini memperhitungkan risiko dari bencana alam, ketergantungan ekonomi, dan dampak perubahan iklim. Tujuannya sama: membantu kita menyusun kebijakan berdasarkan kenyataan, bukan sekadar semangat atau idealisme.

Memang, semangat revolusi sering lahir dari rasa frustrasi—melihat ketidakadilan, korupsi, atau kemiskinan yang tak kunjung usai. Tapi kalau revolusi dilakukan tanpa memahami siapa yang paling rentan, maka bisa-bisa yang paling menderita justru kelompok lemah: anak-anak, perempuan, kaum miskin, dan minoritas. Inilah yang ingin dihindari lewat pendekatan berbasis data.

Melalui indeks-indeks tadi, kita juga bisa membangun strategi perubahan yang lebih realistis. Mungkin bukan revolusi total yang dibutuhkan, tapi reformasi bertahap yang disusun dengan cermat. Seperti membangun fondasi rumah: kalau tanahnya rapuh, kita perkuat dulu sebelum mulai mendirikan bangunan.

Hal penting lainnya adalah soal keberanian. Banyak orang mengira bahwa memilih jalan moderat itu berarti takut. Padahal, butuh keberanian juga untuk melihat data, mengakui keterbatasan, dan tetap berjuang dalam kerangka yang terukur. Berani berubah tidak harus selalu berarti menghancurkan segalanya dan membangun dari nol.

Pada akhirnya, dunia memang sedang dalam krisis—mulai dari perubahan iklim, krisis energi, hingga ketimpangan ekonomi global. Perubahan besar memang dibutuhkan. Tapi mari pastikan perubahan itu berpihak pada rakyat banyak, bukan malah membawa mereka pada kehancuran. Dan untuk itu, memahami indeks kerentanan adalah langkah pertama yang bijak.

M. Ishom el Saha


Jl. Jendral Sudirman No. 30
Ciceri, Kota Serang, Provinsi Banten,
Indonesia 42118

Jl. Syech Nawawi Al-Bantani
Curug, Kota Serang, Provinsi Banten
Indonesia 4217

Jl. Jend. Sudirman No.227,
Sumurpecung, Kec. Serang, Kota
Serang, Provinsi Banten Indonesia
42118

 Hak Cipta 2025 – UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Email : surat@uinbanten.ac.id No. Tlp : (0254) 200 323