Muhammad Sjadzli, demikian nama yang diberikan oleh ayahandanya, K.H. Hasan, dan ibundanya, Hj. Zenab, lahir di kampung Beji, Bojonegara, Serang, pada tanggal 24 Oktober 1914. Pendidikan dasar ditempuhnya di Sekolah Rakyat (Volks School) Bojonegara, ia menamatkan sekolah ini pada tahun 1926. Selama itu pula, pendidikan dasar-dasar keislaman, seperti al-Qur’an, hafalan Hadits, akhlak, dan dasar-dasar bahasa Arab (Nahwu/Shorof), diperolehnya dari orang tuanya,
K.H. Hasan, dan kakeknya, K.H. Adam. Kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di Pesantren/Madrasah Tsanawiyah Al-Khairiyah Citangkil, Cilegon, yang diselesaikannya pada tahun 1932. Satu tahun kemudian ia melanjutkan pendidikan di Al- Azhar university, Cairo, Mesir, dan mendapat ijazah Al-Ahliyah Li al Ghuraba pada tahun 1934. Dengan ijasah yang diperolehnya ini ia melanjutkan kuliah di Darul Ulum Cairo University ( Al-Jamiah al-Qahirah)
pada jurusan Tadris Li al-Dirasahal Islamiyah. Ia menamatkan kuliah di universitas ini pada tahun 1939 dengan meraih Sarjana Studi Islam dengan konsentrasi bidang Syariah. Tadris Li Dirasah al islamiyah adalah studi keislaman komprehenship ( yang menurut Prof. Harun Nasution ”Islam di berbagai aspeknya”). Karena itu keahlian Syadeli Hasan, meskipun konsentrasi yang dipilihnya ilmu Syari’ah, ia juga piawai dalam ilmu-ilmu ushuluddin termasuk ilmu tafsir dan sejarah peradaban islam. Pada Tahun 1940 ia kembali ke tanah air dan mengajar di almamater awalnya, Pesantren Al-Khairiyah Citangkil, Cilegon asuhan gurunya K.H. Syam’un. Kemudian ia pergi ke Solo dan Yogyakarta sehubungan ia menjadi pegawai Tinggi Shoumubu Kementerian Agama. Pada Awal zaman kemerdekaan Rebublik Indonesia ia bersama teman temanya antara lain Prof. A. Kahar Muzakkir, mendirikan Sekolah Tinggi Islam Yogyakarta (sekarang menjadi UII) dan ia mengajar di sana dengan pangkat lektor.
Dalam karir politiknya, Sjadzli Hasan menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), suatu lembaga yang dibentuk oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945. Kemudian ia aktif di Partai Masyumi pada tahun 1950 dan ia berhasil menjadi anggota Konstituante setelah pemilu pertama zaman Soekarno. Jabatan dan karir politik ini berakhir setelah Konstituante dibubarkan atas dekrit Persiden pada tanggal 5 juli 1959, setelah itu Syadzli Hasan kembali ke habitat awalnya, pengajar.
Pada Tahun 1960 ia kembali menjadi dosen di Akademi Dinas Agama Islam (ADIA) yang kemudian akademi menjadi Institut Agama Islam Negeri. Pada tahun 1961 di serang didirikan Fakultas Syari’ah Islam Maulana Yusuf (Fakultas swasta sebagai persiapan Uiversitas Maulana Yusuf). Kemudian pada tahun 1962 fakultas ini dinegerikan di bawah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta dan pada penegerian itu sekaligus ditetapkan Prof. K.H.M. Sjadzli Hasan sebagai Dekannya. Satu tahun kemudian (1962) ADIA Jakarta (Ciputat) menjadi IAIN Syarif Hidayatullah yang salah satu Fakultasnya (Syari’ah) ditetapkan Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga di Serang itu, maka Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga di Serang itu menjadi Fakultas Syari’ah IAIN Syarif
Hidayatullah.
Kemudian pada tahun 1963, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki Fakultas Syari’ahnya sendiri, dan sehubungan dengan itu , Fakultas Syari’ah di serang menjadi Fakultas Syari’ah IAIN Syarif Hidayatullah Cabang Serang, sampai dengan tahun 1976. Dari tahun 1976, dengan beralihnya pengelolaan Fakultas Syariah Serang ke IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, maka Fakultas Syari’ah Serang menjadi Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Gunung Djati di Serang. Dari awal berdirinya sampai tahun 1979, Prof. K.H.M. Sjadzli Hasan adalah sebagai Dekannya. Dan nampak kepemimpinan Syadzli Hasan, bukan hanya sebagai Dekan, tetapi juga pejuang dan pembina Fakultas Syari’ah ini. Dari Fakultas (Syari’ah) yang mengamehami liku-liku syari’ah inilah kemudian pada tahun 1998 menjadi Seolah Tinggi Agama Islam Negeri dan tahun 2004 menjadi Institus Agama Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddun Banten. Demikianlah sekelumit profil Prof. K.H.M. Sjadzli Hasan dan karena demikian fakta sejarahnya, sangat beralasan jika Prof. K.H.M. Sjadzli Hasan ditetapkan sebagai Founding Father lahirnya IAIN ini, dan beralasan pula nama beliau diabadikan untuk nama gedung ini, dalam rangka syukur, amal shaleh penerusnya, spirit perjuangannya, dan daya gugah intelektualnya, patut kita berdo’a : Ya Allah Ampunilah Ia, orang tua dan guru kami, Rahmatilah ia dan kasihi ia sebagaimana ia mengasihi kami ketika kami diajarinya….
Allahummaghfir lahu warhamhu wa’afihi wa’fu ‘anhu……