HumasUIN – Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin (SMH) Banten menjadi pusat perhatian para akademisi, tokoh kesultanan nusantara, sejarawan, mahasiswa, budayawan, hingga masyarakat umum pada Rabu (17/04/2025). Kampus tersebut terpilih menjadi tuan rumah penyelenggaraan seminar nasional yang mengangkat tema penting, “Kesultanan Banten: Masa Lalu, Kini, dan yang Akan Datang,” dalam rangka memperingati lima abad Kesultanan Banten.
Acara yang berlangsung di Auditorium Gedung Rektorat Lantai 3 UIN SMH Banten ini menjadi wadah refleksi mendalam mengenai sejarah berdirinya Kesultanan Banten sekaligus ajang untuk merumuskan perannya di masa depan.
Rektor UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Prof. Dr. H. Wawan Wahyuddin, M.Pd dalam sambutannya menyampaikan bahwa posisi geografis Banten yang strategis telah menjadikannya pusat peradaban sejak awal Masehi. “Sejak awal abad Masehi, sudah terdapat jejak peradaban awal dari masa prasejarah hingga protosejarah. Ada indikasi keberadaan manusia yang beradab sejak masa awal sejarah. Mereka telah mengenal pertanian dan sistem religi,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Rektor mengaitkan nama universitas dengan tokoh penting dalam sejarah Banten, Maulana Hasanuddin, yang merupakan putra dari Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah. Beliau menyoroti peran keduanya dalam penyebaran Islam di Cirebon, Jakarta, dan Banten, serta dalam narasi politik penaklukan Banten dan Pakuan.
“Syarif Hidayatullah memainkan peran sebagai ‘ulama’, dan karena karismanya di bidang agama, ia lebih dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati. Sedangkan Maulana Hasanuddin adalah tokoh yang konsisten mengikuti kinerja Sang Wali Qutub untuk memantapkan diri di Banten,” jelas Rektor, seraya menambahkan perintah Sunan Gunung Jati kepada putranya untuk membangun ibukota Banten di tepi pantai dengan perencanaan yang matang.
Ketua Panitia, Makmun Muzakki, menegaskan bahwa seminar ini bertujuan untuk membuka diskusi yang objektif mengenai sejarah Kesultanan Banten sebagai warisan budaya, bukan sekadar politik. “Ini adalah forum ilmiah untuk merumuskan kontribusi kebudayaan dalam pembangunan Banten ke depan,” katanya.
Sejarawan Mustaqim Asteja, sebagai pembicara pertama, menggarisbawahi peran signifikan Banten dalam konteks sejarah global. Menurutnya, Banten pernah menjadi pusat perdagangan terbesar di Hindia Belanda pada abad ke-16, menarik pedagang dari berbagai penjuru dunia.
Pandangan kritis terhadap kondisi Banten saat ini disampaikan oleh Prof. HMA. Tihami. Beliau menilai Banten tertinggal dari masa kejayaannya dan menekankan perlunya mengembalikan kedaulatan budaya kepada Kesultanan sebagai pemangku adat. “Kedaulatan budaya itu harus kembali pada Kesultanan untuk memastikan bahwa identitas dan kebudayaan Banten terlestarikan,” tegasnya.
Prof. Mufti Ali menutup sesi pemaparan dengan hasil risetnya mengenai perjalanan Maulana Hasanuddin berdasarkan sumber-sumber lokal. Riset ini menyoroti pentingnya meluruskan narasi sejarah Banten melalui dokumen-dokumen otentik.
Seminar nasional ini diakhiri dengan perumusan rekomendasi-rekomendasi yang rencananya akan disampaikan kepada Presiden terpilih, Prabowo Subianto, sebagai langkah nyata untuk merestorasi dan membangun Banten di masa depan.